Bandar Lampung- Kontroversi melanda Bandar Lampung menjelang Pilkada tahun 2024, peristiwa dimulai dengan peluncuran maskot, sebuah hewan kera mengenakan pakaian adat Lampung, sebagai simbol Pilkada Bandarlampung. Acara tersebut, diselenggarakan oleh KPU Kota Bandarlampung dan dihadiri oleh Walikota Bandar Lampung di Tugu Adipura pada hari Minggu, 19 Mei 2024, menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat Lampung.
Ketua Bidang Internal Sosial dan Politik DPW PEKAT Indonesia Bersatu Provinsi Lampung, Atin Langga, S.H, menyatakan bahwa pemilihan maskot berupa hewan monyet atau kera yang mengenakan pakaian adat Lampung sebagai simbol Pilkada 2024 merupakan penghinaan terhadap orang Lampung yang menjunjung tinggi adat dan budaya mereka.
"Monyet atau kera dianggap sebagai hewan yang serakah dan perusak, sehingga pemilihannya sebagai simbol dalam konteks politik dianggap tidak pantas dan merendahkan martabat adat dan budaya Lampung", kata Atin (20/5/2024).
Dirinya, mengekspresikan rasa kekecewaan dan penyesalan terhadap pemilihan maskot yang melibatkan gambar hewan monyet atau kera yang mengenakan pakaian adat Lampung. Baginya, simbol tersebut tidak pantas digunakan dalam konteks Pilkada di Bandarlampung.
Atin sangat menyayangkan dan sangat kecewa, Ia sebagai orang yang berbudaya dan memahami adat serta keturunan darah Lampung, merasa malu melihat pemilihan maskot yang berupa hewan monyet dalam penggunaan pakaian adat Lampung. Itu tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat Lampung.
Ia, mencerminkan ketidak setujuan terhadap penggunaan simbol yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan adat Lampung. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan sensitivitas dan keberagaman budaya dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada.
"Pemilihan simbol yang tepat dan menghormati nilai-nilai lokal diharapkan dapat memperkuat identitas dan kebersamaan masyarakat Lampung dalam proses demokrasi yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman", lanjut Atin.
Atin Langga juga mengungkap, dalam penjelasan nya berupa kekayaan sejarah dan budaya Lampung berupa Piil dan kebesaran adat sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia, Lampung memiliki warisan yang kaya akan adat istiadat dan tradisi yang mengakar dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satu aspek yang mencolok adalah pakaian adat Lampung, yang tidak hanya sekadar busana, tetapi juga mencerminkan identitas, hierarki sosial, dan harga diri yang dijunjung tinggi.
"Pakaian adat Lampung bukanlah sembarang pakaian yang bisa dipakai oleh siapa saja. Setiap elemen dari pakaian adat, mulai dari penutup kepala yang bervariasi di setiap kabupaten, hingga cara memasang model kain tapis, serta pernak-pernik seperti pin simbol dari marga, mempunyai makna dan simbolisme tersendiri yang tidak boleh diabaikan".
"Tidak hanya itu, tata cara berpakaian juga mencerminkan tingkatan sosial dan kedudukan seseorang dalam masyarakat Lampung. Bagi orang Lampung sendiri, memakai pakaian adat tidak sekadar soal penampilan, tetapi juga merupakan penjagaan akan nilai-nilai tradisional yang diwarisi dari nenek moyang mereka".
Selain itu, kehormatan dan harga diri, yang dalam bahasa Lampung disebut "Piil", merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi. Bagi orang Lampung, Piil bukan sekadar kata-kata kosong, melainkan suatu konsep yang mengikat mereka dengan erat pada martabat dan kehormatan. Ketika Piil seseorang terancam atau tercela, baik itu melalui perlakuan yang merendahkan atau penghinaan, maka bagi orang Lampung itu seperti memicu peperangan sampai titik darah penghabisan.
Dengan demikian, kekayaan sejarah dan budaya Lampung tidak hanya menjadi penanda identitas mereka, tetapi juga merupakan fondasi kuat yang mempertahankan nilai-nilai luhur seperti harga diri dan kehormatan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai warisan nenek moyang yang tidak bisa dihilangkan atau ditinggalkan, budaya Lampung terus dijaga dan dilestarikan sebagai bagian tak terpisahkan dari jati diri masyarakatnya, di mana pun mereka berada.
Atin Langga, SH, mengecam tindakan KPU dan meminta pihak kepolisian untuk bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam penetapan maskot tersebut.
"Dengan kejadian seperti ini, yang sudah viral dan menyebar di beberapa media online, mengenai permasalahan hewan (monyet) yang menjadi simbol maskot Pemilu di Bandar Lampung 2024 oleh KPU, sangat disayangkan dan sudah jelas menghina sekaligus melecehkan adat budaya Lampung itu sendiri".
Ia, menekankan pentingnya penindakan terhadap KPU atas keputusan yang dinilai merendahkan martabat dan kehormatan masyarakat Lampung serta para pemangku adat.
"Permintaannya kepada pihak kepolisian, khususnya Polda Lampung, adalah untuk memanggil dan memproses oknum-oknum yang terlibat langsung dalam penetapan maskot tersebut".
Penggunaan monyet sebagai simbol maskot pemilu di Bandar Lampung telah memicu reaksi keras dari masyarakat dan mempertanyakan integritas serta sensitivitas KPU terhadap budaya lokal.
"Tindakan tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja dan menuntut pertanggungjawaban atas penghinaan terhadap adat dan budaya Lampung yang dijunjung tinggi".
"Pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang adil dan menghormati nilai-nilai lokal yang kaya akan makna dan simbolisme", tegas Atin
(Gandi)